
Ritual ngumpan sandung kenyalang
Segumon—Sanggau,
Di ketinggian 7-an meter itu sesekali laki-laki berbusana adat tampak menari-nari, dan beraksi seolah-olah sedang memberi makan burung dengan pulut pansuhdan memberinya minum tuak. Ya, laki-laki Dayak Iban Sebaruk tersebut sedang melakukan ritual mengumpan sandung kenyalang. Sekitar 10 menit dia mengulang-ulangi aksinya itu sementara bunyi tabuhan gendang-gendang terus mengiringi. Bahan-bahan penghantar ritual adat ngumpan sandungkenyalangterdiri dari 3 ekor babi, 4 ekor ayam kampung sehingga total hewan korban ada 7 sesuai dengan jumlah tiang sandung, kemudian beras kampung, beras pulut, pulut pansoh, rokok sirih pinang, pelita atau lilin menyala, telur mentah, teluru rebus, tuak, tepung, ikan jenis tertentu yang telah disalai.
Setelah “doa-doa” dilantunkan, dipilih petugas khusus oleh pemimpin ritualnya untuk naik sandung kenyalangmembawa pulut pansuh, dan tuak untuk disuapkan ke enggang kenyalang.
Ritual ngumpan sandung kenyalangdilaksanakan setelah terlebih dahulu dilakukan ritual nimang sandungdan bekana bejaneh. Bekana bejanehpada dasarnya adalah nyanyian syair yang mengisahkan orang-orang Tampun Juan, perjalanan migrasinya ke berbagai penjuru tanah Borneo di masa pra sejarah. Di depan tiang sandung itu, syair tentang orang-orang Tampun yang sakti dari leluhur warga Tampun dilantunkan secara non stop oleh Apai Jawin (73) mulai dari pukul 00 hingga 06.00 Wib, Rabu (4/9/2019), hari ke-3 Gawai Serumpun Tampun Juah.
Selanjutnya, nimang sandunguntuk menghantar ritual adat ngumpan sandung kenyalang. Ritual nimang sandungdilaksanakan pada saat cahaya matahari pagi mulai terang. Nimang sandungdipimpin oleh Apai Jutim (72) dan apai Jukit (72), dimaksudkan sebagai perwujudan mengundang semua komunitas Tampun Juah beserta leluhur agar datang di tempat itu sekaligus minta keselamatan, kesehatan, kesejukan kepada petara (sang pencipta)karena sebentar lagi akan ada ritual adat ngumpan sandung kenyalang. Teks: RGM, Foto: Siba.