
Foto bersama Pengurus ID (Pengurus Eksekutif, Pengurus Harian & Badan Pemeriksa) saat rapat koordinasi dalam rangkaian 28 tahun ID
Dalam menjalanlankan mandat melakukan advokasi dan transformasi Kebudayaan Dayak sekaligus menjaga dan memelihara tradisi tahunan dalam memperingati hari lahirnya, ID kembali mengusung tema menguniversalkan kearifan local (glokalisasi). Kali ini mengkontekstualisasikan nilai-nilai universal kebudayaan yang telah mentradisi di Tanah Borneo. Nilai ini sebagian besar telah dirumuskan dalam konsepsi Filosofi Petani, Tujuh Tuah Kehidupan dan Nilai Pancur Kasih dalam konteks ke-Asisi-an, lalu disarikan dan dikontekstualkan untuk perdamaian, keberlanjutan dan peradaban universal. Dalam tiga tahun terakhir ID telah melakukan berbagai kajian dan advokasi melalui pemberdayaan holistik di 3 kelompok komunitas besar yakni Jalai Kendawangan di Kab. Ketapang, Tiong Kandang dan Tampun Juah di Kab. Sanggau. Bermodalkan pengalaman dan kajian 3 dekade ini, ID memberanikan diri mengangkat kembali sebuah rumusan nilai-nilai kebudayaan berbasis kearifan local dalam idup basa atau adat basa Dayak yang bersifat universal dan disesuaikan dengan tantangan dan kondisi kekinian. Nilai tersebut adalah kemanusiaan, solidaritas dan persatuan, keberagaman, keadilan dalam kebijaksanaan, naturalistik dan kesinambungan, berbudi-basa, dan spritualitas. Krissusandi Gunui' (Direktur ID) menyebut 7 nilai tersebut Sapta Basa. "Seluruh nilai tersebut tidak berdiri sendiri, namun saling melengkapi satu sama lain yang selama ini menjadi pedoman dan pegangan utama kehidupan social Masyarakat Adat Dayak dan masyarakat umumnya di Kalimantan,"ujar Gunui' dalam sambutannya di gedung kantor ID pada, Sabtu (15/6) lalu.
Hal tersebut relevan dengan tema perayaan 28 tahun berkarya untuk kehidupan dan keselamatan yaitu “Kontekstualisasi Nilai-Nilai Universal Kebudayaan Dayak Untuk Perdamaian Dan Peradaban”.
Kontekstualisasi SAPTA BASA ini diharapkan semakin mampu mendorong adaptasi wajah Kebudayaan Dayak dalam wujud yg lebih kekinian agar lebih kongkrit menjalankan perannya sebagai pusat transformasi untuk keberlanjutan perdamaian dan perdamian dunia, terutama di Kalbar. Sejalan dengan itu, sebuah kutipan juga diperkenalkan untuk mengirigi makna kontekstualisasi tersebut: Hidup Beradat, Bangsa Bemartabat. Ini bermakna bahwa hanya dengan memahami dan menjalankan nilai-nilai adat dan budaya secara nyata, mendasar serta berkelanjutan, maka toleransi, multikulturalisme, perdamaian dan peradaban Bangsa yang bermartabat bisa terwujud sehingga hal tersebut menjadi identitas bersama.
Rangkaian Acara
Kegiatan umum dan eksternal akan diwujudkan melalui seminar dan lokakarya yang bertema "kontekstualisasi nilai-nilai kebudayaan universal Kalimantan untuk perdamaian dan peradaban melalui pendidikan budaya & multikulkur", yg akan digelar bulan depan (Agustus 2019 nanti, red). Untuk memastikan persiapannya ID bersama ANPRI telah melakukan audiensi dan FGD dengan pihak Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Provinsi Kalimantan Barat.
Sedangkan aktivitas internal yakni: (1) ritual adat untuk menjaga semangat (roh spritualitas) para aktivis dan perkantoran tempat para aktivis berkumpul dan berkarya; (2). solidaritas kesehatan aktivis dan keluarga dengan general medical check up untuk aktvis dan keluarga serta aktivis gerakan umumnya. (3). Berbudi-basa dengan menjaga tali silaturahmi dengan Pimpinan Harian Perkumpulan sebagai wadah perwakilan seluruh anggota perkumpulan. (4). syukuran (misa) dan bersolidaritas bersama keluarga dan seluruh aktivis Pancur Kasih (Jujuhatn).*